Jumat, 11 Januari 2013

Cinta tapi Beda: Meresahkan atau Menarik?

Film Cinta Tapi Beda sekarang lagi jadi buah bibir  masyarakat. Lagi-lagi Hanung Bramantyo yang terlibat dalam proses pembuatan film itu. Karena penasaran, saya coba menontonnya. Kali aja bisa dapat pencerahan buat "ehem".... Pointnya bukan di sini.

Saya menonton film itu pakai hati makanya bisa terharu. Otak juga dipakai kok buat crosscheck saja sebenarnya lebih cocok mana cerita yang dibilang oleh Hanung Bramantyo atau si orang-orang yang hobinya suka protes ini.
Ternyata oh ternyata, saya sih lebih setuju sama apa yang dibilang om Hanung (ya iyalaaaah kan dia yang lebih tau). Diana (gadis beragama Katholik) ini sebenarnya bukan asli Padang. ih, sok tau ye? enggaaaak. Setelah sebelumnya membaca pernyataan om Hanung di beberapa media online, coba deh perhatikan logat bicaranya si Om Roland (om nya Diana yang beragama Katholik). Logatnya Manado, loh! Nggak percaya? Cek deh. It means Diana bukan orang Padang asli. Masalah logat bicaranya itu mungkin karena sudah lama tinggal di sana. Samalah kayak orang-orang daerah yang merantau dan tinggal di Jakarta, lama-lama gaya bicaranya pasti macam anak gaul - "elo gue" - gitu. Dengan penampilan rumah-ruamh adat sebagai properti pendukung, Diana jadi terlihat lebih "Padang".
Begitu kan yang dipermasalahkan?
diambil dari Mbah Google


Terlepas dari masalah itu, saya menemukan beberapa hal yang bagus dalam film ini.
1. Saya merasa masalah yang terungkap dalam film ini memang riil sering terjadi di masyarakat. Tidak mengada-ada. Nah, dari sini saya bisa melihat dengan jelas bahwa tantangan terberat atas cinta beda agama adalah keluarga dan ketakutan terbesar berasal dari hati kita sendiri. Benar nggak ya? Just in my opinion :)
Ya berarti film ini tidak ingin menjerumuskan penonton ke dalam hal yang dianggap tabu, tetapi justru ingin mengajak penonton (yang mungkin sedang atau suatu saat terlibat dalam percintaan beda agama)  untuk mempertimbangkan segala sesuatunya dengan matang dan mantap ketika mengalami hal yang sama dengan di film ini.

2.  Film ini sungguh ingin menunjukkan keadaan dari sisi kaum minoritas, baik dilihat dari fisik, pergumulan hati, hingga makanan kesukaannya, hehehe. Semua juga tau kalau Salib identik dengan umat Nasrani (Kristen dan Katholik). Siapapun yang menggunakan kalung Salib tentu menunjukkan bahwa mereka adalah umat Nasrani, si kaum minoritas. Beginilah penampilan Diana dalam film Cinta Tapi Beda. Dan saya merasakan hal yang sama ketika di salah satu adegan Diana resah ingin melepaskan kalung Salib-nya itu. That is! Keresahan itu pasti pernah dirasakan oleh banyak orang Nasrani. Keresahan lain kaum minoritas ialah berpindahnya keyakinan akibat tuntutan keadaan. Yap, hal ini muncul pada scene di mana Ibu Diana melarang keras anaknya untuk dekat dengan pemuda Jawa berkeyakinan Islam taat bernama Cahyo. 

3.  Ajaran kedua agama dalam film ini juga diberikan porsi seimbang sehingga keduanya tampak tidak saling menjatuhkan atau menjelekkan. Justru film ini menggambarkan tentang toleransi umat beragama. Sama-sama  memperlihatkan ajaran kedua agama, sama-sama memperlihatkan rasa insecure ketika mereka harus  bersatu, sama-sama menunjukkan adanya harapan dari keduanya. Menurutku, ini keren!

Secara keseluruhan, saya suka film ini. Film kontroversial yang menarik untuk ditonton, didiskusikan, atau ya apapunlah. Saya hanya mencoba mengungkapkan apa yang ada di pikiran setelah menonton ini. Jadi, bebas dong ya mau ngomong apa aja? :)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar