Kamis, 28 Februari 2013

Film Nasional dan Representasi Budaya


Politik, ekonomi, dan ideologi. ‘Tiga sekawan’ yang tak pernah luput dari sebuah perfilman nasional. Bukanlah sesuatu yang sempurna ketika salah satu dari tiga hal tersebut dipisahkan karena memang telah menjadi satu paket nilai yang terkandung dalam film-film berbau nasional, sebuah film yang dianggap dapat menebarkan budaya-budaya bangsa kepada warga negaranya. Representasi budaya sangat dibutuhkan dan memang perlu menjadi fokus sebuah narasi film nasional.

Film nasional memang masih dibutuhkan oleh dunia untuk menanamkan budaya bangsa masing-masing. Sayangnya, tujuan tersebut memiliki satu masalah yang dapat dikatakan sebagai penghambat dalam mencapainya. Sebut saja, Hollywood, sebuah industri film yang sangat besar dan dikenal oleh dunia. Hollywood yang dimiliki oleh Amerika Serikat ini telah memonopoli pasar domestik industri perfilman. Siapa pun tentunya sudah pernah mengonsumsi film hasil industri Amerika Serikat ini dan kebanyakan dari mereka tidak dapat menonton dan mengamati film secara mendalam. Sesungguhnya ketika orang-orang bersedia untuk menonton film dengan lebih cerdas, mereka akan menemukan nilai-nilai yang sengaja disiratkan oleh Hollywood ini.

Betapa bahayanya nasib bangsa ketika harus menanamkan budaya bangsa lain kepada rakyatnya. Kanada, Australia, Inggris, dan Italia menjadi contoh dari negara yang dimaksud yaitu dengan mendirikan lembaga-lembaga yang digunakan untuk mendanai dan memproduksi film-film nasional sesuai dengan identitas bangsa yang dimiliki oleh masing-masing. Aksi bangsa-bangsa tersebut ternyata didasari oleh pernyataan Frederic Jameson bahwa seharusnya film-film produksi nasional dibuat sebagai tindakan ideologis yang berfungsi sebagai salah satu cara dalam pemecahan masalah-masalah sosial yang terjadi.

Selain itu, sesuatu yang cemerlang ternyata dilakukan oleh negara-negara yang walaupun berada di bawah tekanan tetap ingin menyebarkan budaya-budaya melalui nilai ideologi, politik, dan ekonomi dalam sebuah film nasional. Negara Italia mulai mengadaptasi genre-genre film dari Hollywood yang kemudian disajikan sesuai dengan kebudayaannya sendiri. Begitu pula dengan Kanada dan Australia yang berusaha mengadaptasi material-material dari film nasional ala Hollywood. Beberapa contoh film yang berhasil diadaptasi namun tetap menggunakan gaya khas masing-masing ialah The Grey Fox (1982, Kanada), Road to Saddle River (1993, Kanada), dan yang lebih dikenal lagi ialah Crocodile Dundee (1986, Australia) dan serial Mad Max (1979, 1981, 1985, Australia).
Dengan semakin larisnya industri film di mata dunia, maka lahirlah artis-artis hebat yang dianggap mampu membawa nama industri film ke dalam pasar domestik perfilman. Salah satu praktisi pengadaptasian genre film yang sukses ialah France’s Luc Besson. Namanya berhasil melambung tinggi seiring dengan masuknya film yang dibuatnya, Nikita, dalam sebuah box-office. Sejak saat itu, Besson berkarir dalam industri film Amerika dengan membuat sebuah film yang telah dikenal, yaitu The Professional (1994) dan The Fifth Element. Kedua film ini dibuat dengan gaya Perancis namun tidak seutuhnya dan akhirnya menimbulkan sejumlah pertanyaan berkaitan dengan bentuk representasi budaya Perancis atau bukan.

Hal mengadopsi genre film Amerika ini juga dilakukan oleh sutradara Australia. Kedua pihak bekerja sama dan menghasilkan film Moulin Rouge (2001). Keberhasilan dari adanya kerja sama ini telah membuat pandangan bahwa ternyata hubungan ini dapat dilakukan untuk memperlihatkan sebuah ruang budaya Australia, yang kemungkinan dapat terjadi pula oleh negara-negara lain. Namun, Higson berpendapat ada hal yang lebih penting dari itu yaitu dapat diterimanya film tersebut secara global. Ini merupakan pertanda baik yang tampak ketika harus merilis sebuah film nasional yang ingin diterima oleh dunia.

Beberapa hal di atas setidaknya cukup mengungkapkan bahwa nilai politik, ekonomi, dan ideologi memang dibutuhkan, bahkan harus menjadi fokus dalam mengembangkan film-film nasional. Suatu bangsa dapat dikatakan perlu membangun kerja sama dengan penguasa pasar film domestik agar dapat menebarkan budaya-budayanya. Tanpa didukung nilai-nilai tersebut dan juga strategi, film-film nasional tidak lebih berarti di mata dunia, terlebih bagi bangsa itu sendiri. Setidaknya bangsa lain dapat menyiasati agar mereka dapat memproduksi film nasional yang berkualitas baik

Review dari artikel NATIONAL CINEMA, POLITICAL ECONOMY, AND IDEOLOGY yang terarsip dalam


Mengapa?



Mengapa harus ada bayang-bayang masa lalu?

mengapa?


mengapa?



dan mengapa?

Selasa, 26 Februari 2013

Citizen Kane: Inspirasi Film Masa Kini

Tidak semua hitam putih itu flat. 
Kesan itulah yang ditunjukkan oleh sebuah film berjudul “Citizen Kane”. Film yang disutradarai oleh Orson Welles ini telah memberikan arti yang sangat penting bagi perkembangan sejarah perfilman di dunia. Brilliant! Film ini berhasil membuat saya berpikir dan terus bertanya-tanya dalam hati. Cerita apa yang sebenarnya ingin disampaikan oleh film ini. Di awal cerita, sutradara berhasil menimbulkan kesan horor melalui shoot gambar dan lantunan musik yang berbau mistis pula. Pergantian gambar demi gambar di awal film terjadi secara perlahan dan benar-benar memberikan kesan yang mencekam terlebih didukung dengan warnanya yang hitam putih.

Ternyata, film ini sama sekali tidak menceritakan kisah hantu seperti yang sudah sering ‘bergentayangan’ di masa sekarang. Film “Citizen Kane” ini menceritakan tentang kehidupan seorang miliader bernama Charles Kane. Banyak sisi positif dan negatif yang dapat diambil dari cerita dalam film tersebut. Film ini merupakan film hitam putih terpanjang pertama kali dengan durasi 1 jam 59 menit. Film ini merupakan salah satu film berkualitas yang pernah saya tonton. Ada beberapa hal yang memosisikan film tersebut sebagai film yang berperan penting dalam perkembangan sejarah film di dunia.

Hal pertama yang paling kuat dan menonjol tampak pada film ini adalah alur ceritanya. Untuk pertama kalinya, sebuah film hitam putih menggunakan alur maju dan mundur (alur campuran). Awal mula yang sangat baik bagi kemajuan bidang industri perfilman. Film tampak tidak membosankan. Berbeda dengan film hitam putih sebelumnya yang hanya menggunakan alur maju dengan tahap cerita yang maju perlahan demi perlahan. Justru konsep cerita seperti itu akan membuat para penonton semakin mudah jenuh dan kurang bisa menikmati ide cerita yang ingin disampaikan.

Hal kedua yang tak kalah menariknya dari film ini ialah teknik pengambilan gambar yang sudah semakin baik. Dalam film ini, pengambil gambar telah mengenal teknik pemfokusan objek. Teknik ini terlihat dalam beberapa adegan. Di scene pertama, teknik tersebut ditunjukkan melalui sebuah pengambilan gambar pagar rumah yang difokuskan dan latar belakang pagar tersebut dibuat lebih nge‘blur’. Ketika di awal diperlihatkan sebuah tulisan “No Trespassing”, pengambil gambar juga melakukan teknik tersebut. Atau bahkan ada gambar ketika hujan dan seorang pengambil gambar menunjukkan palang besar yang terdapat di atas kafe milik istri dari Kane. Pertama gambar palang tersebut yang difokuskan, lalu titik fokus diubah pelan-pelan ke objek di belakang palang tersebut.

Hal ketiga yang menjadi faktor pendukung menariknya film tersebut ialah adanya sebuah musik yang sengaja diputarkan sebagai latar belakang suara. Musik-musik yang dilantunkan sungguh membantu film untuk mengkomunikasikan suasana sehingga penonton seolah-olah menyatu di dalam film tersebut. Ketiga hal penting yang telah terpapar di atas menunjukkan bahwa pembuatan film tersebut telah mulai memanfaatkan kemajuan teknologi. Tak hanya itu, kehebatan mereka dalam mengemas film Kane ini sungguh dikagumi oleh bidang industri perfilman.

Lebih mengagumkan ketika hal-hal tersebut menyebabkan lahirnya banyak film yang sampai sekarang masih menggunakan gaya film yang dirilis tahun 1941 ini. Pada film sekarang, sudah banyak yang mengikuti gaya film Kane yang menggunakan narator di awal cerita. Bedanya, pada film Kane, narasi dilakukan oleh narator yang tidak mengambil peran double sebagai aktor. Sedangkan film zaman sekarang, seorang narator adalah pemain film itu sendiri yang seolah menceritakan kehidupannya di dalam film tersebut.

Teknik pengambilan gambar dan penyisipan musik ke dalam film sekarang juga sudah lebih hebat karena didukung dengan alat yang semakin canggih pula. Selain itu, semakin banyak film yang menggunakan alur campuran agar terkesan menarik. Kemajuan-kemajuan inilah yang dapat dirasakan oleh industri perfilman. Tak heran jika “Citizen Kane” dianggap penting dan bersejarah dalam perkembangan film di dunia.
gambar diambil dari senseofcinema.com


*ditulis untuk tugas mata kuliah "Kajian Film"
2 November 2010

Senin, 25 Februari 2013

Quote 1




"Jangan takut kalau kemajuanmu sangat lambat. Takutlah kalau tidak ada kemajuan sama sekali."

- @MerryRiana -
via Twitter
25 Febuari 2013


oh, thanks! I love it :)

Minggu, 24 Februari 2013

BEBAN

Saat merasa diri ini adalah BEBAN bagi orang lain
Sungguh, aku hanya ingin semua berhenti sampai di sini
Aku ingin BEBAS



Kamis, 21 Februari 2013

nge-pas!

percaya di atas langit masih ada langit.

apalagi setelah menjamurnya acara-acara ajang bakat (bidang menyanyi) di Indonesia.

intinya iri banget sama kemampuan orang-orang Indonesia dalam bernyanyi.
gue suka nyanyi dari kecil tapi nggak punya kemampuan seperti mereka.
entah gue yang pernah mau dan bisa mengeksplor, entah emang kemampuan gue ya sebatas jadi penyanyi di kamar mandi.

Puji Tuhan, sejauh ini kemampuan gue yang pas-pasan ini belum pernah merugikan orang lain. eh, tapi nggak tau juga.
tapi, yaudahlah ya.
tetap bersyukur aja :)

Rabu, 20 Februari 2013

Dasar dalam Mengkaji Media

Setiap hal tentu memiliki dasar yang kemudian dapat tumbuh dan berkembang. Dasar-dasar tersebut pun berbeda, tergantung bendanya. Keadaan itu berlaku pula untuk ilmu komunikasi. Hal yang menjadi dasar dalam ilmu komunikasi adalah sebuah teori. Media sebagai salah satu komponen dalam ilmu komunikasi memiliki teori-teori dasar yang ingin memberikan pandangan dan cara dalam berinteraksi dengan masyarakat berupa penyajian informasi. Menurut Fred Siebert, Thedore Peterson, dan Wilbur Scrhamm di tahun 1956 ada tipologi empat teori dasar untuk mengkaji suatu media, yaitu otoritarian, libertarian, tanggung jawab sosial, dan komunis.

Teori otoritarian merupakan teori yang paling tua. Media atau pers dianggap sebagai alat negara untuk mempropaganda masyarakat. Media juga hanya dapat membawa dan menyampaikan pesan dari pemerintah kepada masyarakat. Posisi media tersebut akhirnya dapat tergolong sebagai media yang terkekang karena dikendalikan oleh negara. Libertarian, merupakan teori yang memiliki pandangan bahwa media bersifat aktif. Tugasnya bukan sebagai alat negara, tetapi  sebagai pencari kebenaran. Teori ini berbanding terbalik dengan otoritarian. Media dianggap sebagai sesuatu yang independen, bebas, dan otonom.

Teori tanggung jawab sosial berpendapat bahwa sistem kepemilikan media yang monopolistik ternyata dapat menciptakan kekhawatiran berlebih terhadap masyarakat dan pemerintah. Dalam teori ini, ada kontrol sosial untuk masyarakat terhadap pers. Selain itu, pers juga dianggap sebagai medium untuk membicarakan konflik yang tengah terjadi di dalam masyarakat dan negara yang menganutnya. Komunis, merupakan teori keempat sebagai dasar dalam mengkaji pers. Munculnya teori komunis ini tidak berdasarkan pada motif keuntungan. Hampir sama dengan otoritarian, pihak yang memiliki pers ialah negara. Hal yang paling penting ialah teori komunis ini ingin menunjukkan bahwa pers merupakan korban mentalitas tuan (negara) dan hamba (pers). Pernyataan tersebut memberikan arti bahwa pers hanya bekerja sebagai “pesuruh” negara.

Selain keempat teori tersebut, masih ada teori lain dalam model penyiaran. Adapun ketiga model tersebut menurut Sydney Head ialah model Amerika Serikat (AS), Inggris, dan Uni Soviet. Model AS bersifat permisif atau terbuka. Model Inggris memiliki sistem paternalistik dan Uni Soviet memiliki model serupa dengan komunias. Keempat teori pers dan ketiga model penyiaran ini bersifat global sehingga semua orang dari berbagai belahan dunia pun memang mempelajarinya. Hal inilah yang menjadi faktor bahwa setiap negara dapat mengangkat teori yang sesuai untuk diterapkan.

*tulisan ini merupakan review dari presentasi di mata kuliah Etika Komunikasi*   

Selasa, 19 Februari 2013

aku dan waktu

berkali-kali membuat janji dengan diri sendiri.

berkali-kali menunda janji itu.

bukan diri sendiri yang menuntut, tetapi waktu.

hanya waktu yang selalu memintaku untuk menepati janjinya.

iya, hanya waktu.

Minggu, 17 Februari 2013

new!

uuuu.
new backsound from Depapepe.
  
it's Hi - D
 
Enjoy it!

:)

Kamis, 14 Februari 2013

Hari Kasih Sayang.

14 Febuari 2013

Banyak ucapan, banyak harapan, banyak hadiah dan doa tentunya untuk orang-orang yang terkasih.
Hampir sebagian makhluk di bumi ini merayakan tanggal 14. Mereka bilang 14 Febuari adalah hari kasih sayang.
Hadiah di hari kasih sayang identik dengan cokelat. entah mengapa bukan permen? atau pizza? atau mie goreng? aku pun tak tau.

Hari ini, aku tidak merayakan hari kasih sayang itu. Bukan karena aku tidak menyayangi orang-orang di sekitarku, bukan. Tetapi karena aku sudah menyayangi mereka setiap hari, setiap menit dan detik. Jadi kupikir perayaan ini tidak penting, biasa saja.
Dulu memang aku ikut merayakannya, bertukar cokelat dengan teman-teman sekelas yang membuat bangkrut ibuku. hahaha. Sekarang? mending beli cokelat sendiri lalu kuhabiskan sendiri.

Anyway, aku punya beberapa cerita di hari kasih sayang. aku pernah membeli cokelat untuk pacarku dulu di SMA. daaaan.. aku pernah menjadikan hari kasih sayang ini ajang untuk mencari perhatian mantan biar balikan. hahaha bodoh dan cukup memalukan, tapi tetap saja manis.
aku percaya kamu juga punya kenangan manis itu, kan?
tapi tak usahlah kau ceritakan padaku, cukup kau kenang sendiri saja.

Happy Valentine's Day, people!
Good night :)

Selasa, 12 Februari 2013

Hello Stranger

Akhirnya bisa nonton film ini meskipun nggak dari awal.
Sejak beberapa bulan lalu dapet rekomendasi film ini, eh baru kesampean nonton sekarang di Kompas TV.

Hello Stranger

Film romantis dan penuh kegalauan hidup. dari patah hati, jatuh cinta, sampai patah hati lagi, semua diceritain di film Thailand ini (agak lebay gue nya).
ada dua orang Thai tour ke Korea, pria tampan dan gadis cantik.
keduanya tidak saling kenal.
keduanya sedang patah hati.mereka memutuskan untuk menghabiskan waktu liburan bersama di negeri orang.
ternyata, bisalah mereka saling jatuh cinta. bisa gitu ya padahal nggak saling kenal, nggak pernah tau nama 'teman bermain'nya.
mantan si cowok datang di hari kepulangan mereka ke Thai. Anehnya, si mantan minta balikan dan mau menikah. Kenapa gue bilang aneh? Anehlah, udah mencampakkan gitu aja eh tau-tau dateng terus mau diajak nikah.
kasian si cewek stranger ini. dia cuma bisa pura-pura menganggap si cowok hanyalah sebagai teman perjalanan selama di Korea. lebih kasiannya lagi, cewek stranger nggak berdaya ketika si cowok nggak mengakui di depan mantan bahwa  sebenarnya dia jatuh cinta lagi.

.....di Thailand...
kehidupan berjalan normal dan kedua stranger ini tidak pernah saling bertemu lagi.
film-film begini sih biasa ya suka bikin gemes. ada satu scene di mana para stranger menonton pertunjukan yang sama. satu lokasi nggak ketemu itu rasanya.......mmmhhh. geregetan.
akhirnya si cowok curhat ke radio dan didengarkan oleh si cewek yang sedang menyetir mobil.
nah, di sinilah gue baru sadar kalau cowok itu nggak jadi menikah dengan mantannya karena yang ada di pikirannya hanyalah si stranger wanita itu.
ending-nya nanggung sih tapi oke.
overall, gue suka film ini romantis dan bikin banjir air mata.

Minggu, 10 Februari 2013

Sedikit Renungan di Minggu Sore...

Sore tadi aku misa (ibadah di Gereja).
Tumben-tumbennya aku dateng setengah jam sebelum mulai. Bahkan dari gereja masih kosong, palingan cuma ada 4 - 5 orang di dalamnya.
Tapi bukan ke-tumben-an ku yang mau kuceritakan.
Begini. Mendekati jam setengah 5, para umat mulai banyak berdatangan dan mencari tempat duduk.
Lalu aku melihat keluarga datang, berjalan di tengah menuju barisan depan dekat Altar.
Mataku terpaku kepada seorang bapak yang berjalan paling belakang mengiringi anak-anak di depannya.
Bapak itu menggenggam handphone-nya seperti sedang sibuk sendiri. Ia terus melangkah dengan cuek tanpa memperhatikan sekitarnya. iya, hanya handphone yang menjadi pusat perhatiaannya saat itu.
Seolah dia sedang berjalan di mall dan mungkin bisa dibilang kurang mengindahkan tempat ibadah.

Kenapa aku bisa bilang begitu?
Oke. aku memang bukan orang suci yang mengkritik orang seakan aku tak punya dosa. Bukan begitu maksudku.
justru lewat sikap cuek si bapak itulah yang membuatku untuk merenungkan banyak hal.
setelah menghabiskan beberapa menit untuk merenung, aku mengambil kesimpulan bahwa gaya si bapak tadi  kurang etis dilakukan di gereja, apalagi saat dia melangkah menuju altar. Menurutku, si bapak itu kurang siap bertemu Tuhan. Dia masih belum bisa meninggalkan urusan pribadinya.
Si bapak tadi itu cuma salah satu contoh aja. Sebenarnya aku selalu menemukan hal-hal seperti itu.
Banyak orang yang tidak bisa meninggalkan handphone-nya ketika mereka AKAN dan atau SEDANG melaksanakan ibadah. Dikit-dikit ngecek handphone.
Apakah saat itu mereka menduakan Tuhan? 

"hey, Tuhan itu suka cemburu loh! Dia tidak suka diduakan" (begitu kata salah satu temanku).

Yang mau aku tanyakan di sini adalah tidak bisakah beristirahat sejenak dari handphone dan urusan pribadi kita ketika sedang bertemu dan berbicara dengan Tuhan?

Happy Sunday! Tuhan memberkati semua :)
*edaaaaaan. macam romo aja aku ini ya pake khotbah segala*

Kamis, 07 Februari 2013

Ancaman bagi Perempuan

Aku terlahir sebagai perempuan dan sudah selayaknya disyukuri.
Menjadi perempuan itu menyenangkan, tetapi tidak mudah.
Pertama, perempuan harus bisa mandiri supaya tidak ketergantungan dengan laki-laki.
Kedua, perempuan harus tegar, tidak boleh mudah menangis dalam keadaan sulit dan harus bisa memecahkan masalahnya sendiri.
Ketiga, perempuan harus tetap memiliki kelembutan karena itulah yang menjadi kekuatan perempuan sebenarnya. Iya, lembut dan penuh kasih.

Sayang, kelembutan perempuan seringkali dianggap sebagai kelemahan oleh kaum pria. Mereka tidak bisa membaca makna di balik kelembutan seorang perempuan.
Mereka jadi berbuat sesuka hati, menjadikan perempuan sebagai objek saja.
Oke, salah satu contoh yang akhir-akhir lagi marak diberitakan adalah pemerkosaan.
Pemerkosaan merupakan salah satu bentuk kaum pria yang menjadikan perempuan sebagai objek. benar, objek pelampiasan hawa nafsu.
Sinting! Ini bukan ancaman sepele bagi perempuan. Ini adalah ancaman yang sungguh berat karena tak hanya fisik saja yang terluka tetapi mental, batin, psikis, yah apapun itu.

Baru saja saya membaca kembali kumpulan berita mengenai pemerkosaan terhadap perempuan. Korban tak hanya perempuan dewasa, anak-anak di bawah usia pun turut menjadi tempat pelampiasan kaum pria.
Sedih, emosi, ada perasaan campur aduk yang tak dapat terungkap ketika membaca berita-berita itu.
Aku, membaca pun tak sanggup. Tak terbayang perasaan para korban perempuan itu.
Kaum pria, apakah kalian tak pernah berpikir perasaan perempuan? Apa kalian tak pernah membayangkan bagaimana perasaan kalian ketika hal serupa terjadi pada saudara perempuanmu, kekasihmu, atau bahkan ibumu?

Sebagai perempuan, aku setuju jika ada hukuman mati bagi para pria bejat dan gila yang tega melakukan pemerkosaan. Bahkan, mereka tak layak disebut sebagai manusia. Menurutku, hukuman mati pun belum cukup membayarkan perbuataan mereka yang telah melukai perempuan, fisik maupun psikis.
Pada akhirnya, biarkan saja Tuhan yang mengadili mereka.
Tenanglah, perempuan! Kita pasti bisa memerangi ancaman ini. Pasti!

Rabu, 06 Februari 2013

Gagal sebelum Sukses

Sukses itu haram  hukumnya kalau belum gagal.
kegagalan pertama masih sangat menjatuhkan mental. Tapi jangan berhenti sampai di situ aja.
Coba lagi sampai bisa. Kayak gue nih, 4 kali gagal demi pencapaian yang sama.
Ho oh, mau LULUS.
Asli deh nih, mau lulus aja ribet banget. Harus bikin skripsi atau tugas akhir.
Mau bikin skripsi pun harus bikin judul dan konsep yang dianggap unik atau bermasalah.
Udah nemu pun harus ngikutin birokrasi yang rempongnya setengah hidup.

Kadang iri sama temen-temen yang nekat ngajuin judul dan langsung diterima. Tapi masih bisa bersyukur kalau ada yang masih gagal berkonsep (kayak gue hahahaha).
Yang gue pelajari dari proses dan kegagalan ini:
1. Kesempurnaan hanya milik Tuhan. mau bikin konsep kayak apapun pasti tetep dicacatin sama dosen.
2. Sabar dan ikhlas adalah kunci untuk membangkitkan diri dari segala rasa iri hati atau mental yang udah tiarap.
3. Tinggalkan teman yang mengkhianatimu, carilah teman seperjuangan yang masih bisa men-support. Pada dasarnya, tak ada yang abadi termasuk temanmu sendiri.
4. Cari dosen yang benar-benar bisa membimbing. Jaman sekarang jarang ada dosen yang mau membimbing dengan baik. Mereka cuma bisa mencari-cari kesalahan tanpa memberi solusi dan semangat.
5. Percuma ke perpustakaan kalau buku yang dicari nggak ada, alias nggak lengkap. You will get nothing! Hell yeah!
6. cara terakhir yang bisa ditempuh adalah berharap dan berdoa sepenuh hati. Percaya bahwa masa-masa di tengah ombak dan badai ini akan berakhir. Siapa tau mereka yang lebih dulu daripada kita tak bisa sesukses kita besok.

Nggak ada proses yang enak untuk mencapai kesuksesan. tapi kalau begini terus kapan suksesnya brooooh?

Sabtu, 02 Februari 2013

Sudah Baikkah?

Tulisan nggak penting ini disponsori oleh berita di media online yang sering saya pantau di salah satu jejaring sosial.

Sejak saya memantau salah satu media berita online, saya melihat beberapa hal yang sepertinya agak mengganggu mata.
Jelas 'pengganggu' yang saya maksud sangat akrab hubungannya dengan tulisan.
Entah mengapa saya merasa penulisan berita di media online ini  terkadang lucu.
Seringkali ada 'cacat' dalam tulisan, ya terutama pada judul yang secara sekilas dapat dibaca oleh para pemantau berita lainnya.
Kesalahan satu huruf saja telah menciptakan perbedaan arti kata bahkan judul berita yang disampaikan kepada audiens.
Sayangnya, media ini sudah banyak melakukan kesalahan penulisan pada judul meskipun hanya satu huruf.

Contoh nyata yang saya temukan dan menurut saya ini lumayan fatal:
Ada berita yang menyoroti tentang pemasok beras di Indonesia. Pada judul, tertulis kata "Bera(k)" padahal yang dimaksud adalah BERAS. Cerdas, bukan? Siapapun yang membacanya pasti akan tertawa dan tentunya dibumbui dengan kata-kata 'penghinaan' walaupun audiens tidak tahu harus melontarkan kepada siapa.

Hal lain yang entah ini disebut unik atau garing, pantas atau tidak pantas.
Kemarin saya melihat seseorang memberi kritik pada sebuah judul berita online. Judul berita (kedekatan artis) tersebut ternyata menggunakan kata "cie". Satu kata lagi yang saya temukan pada berita hari ini, yaitu "eh". Sebenarnya, kata "cie" dan "eh" itu sudah tak asing lagi di telinga kita. Namun, apakah menjadi pantas jika posisinya berada di antara judul-judul berita? Atau sesungguhnya ada maksud tersirat dari kata-kata tersebut?

Satu lagi yang saya lihat dari kecenderungan berita di media online saat ini.
Kecenderungan pemberitaan sekarang ini seringkali menyampaikan informasi yang kurang begitu penting dan berbobot, bahkan memberikan edukasi kepada audiens.
Misalnya saja, berita artis yang memberikan kucing anggora untuk anaknya. Sekilas lihat judulnya saja, orang tahu ini bukan berita yang (maaf) berbobot. Seberapa pentingkah berita itu untuk diketahui publik?
Jika setiap hari ada minimal satu saja berita semacam ini, maka kian hari masyarakat akan terbiasa menjadi masyarakat "konsumen" berita tak mendidik.
Saya kurang paham apa yang dicari oleh para penulis berita, khususnya yang bekerja di media online, sekarang. Profesi di mata mereka hanya untuk mencari uang, menjalankan kewajiban, atau sungguh-sungguh mengadbi pada masyarakat?
Bukankah akan lebih baik jika para penulis berita memberitakan informasi dengan berbagai perspektif yang mengedukasi masyarakat?

Jumat, 01 Februari 2013

3 hal. hey aku rindu!

3 hal yang sedang kuingat malam ini.

masa kecilku, KKN, dan Ambon manise :)

3 hal itu yang aku rindukan saat ini.
pengen banget kembali ke 3 masa itu.
rasanya bagaikan mimpi. atau lebih layak disebut sebagai tempat pelarian dari kenyataan?

whatever.

masa kecil.
KKN.
and Ambon.

nice to meet you all :)